
Para  ahli geologi dari Ohio State University memperkirakan gletser yang ada  di pegunungan Puncak Jaya, Papua, terancam hilang karena mencair. Salju  di pegunungan itu mencair karena pemanasan global. "Diperkirakan esnya  akan bertahan beberapa tahun lagi," kata Lonnie Thompson, peneliti  senior dari pusat riset Ohio State's Byrd Polar, yang juga profesor dari  School of Earth Sciences.
Perkiraan  itu dinyatakan Thompson setelah dia mengambil tiga sampel inti es dari  Pegunungan Puncak Jaya. Penelitian, yang merupakan hasil kerja bareng  National Science Foundation, perusahaan tambang Freeport, serta Badan  Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) ini mengebor inti es yang  bersemayam di Puncak Jaya dengan ketinggian 16 ribu kaki, menjadi tiga  batuan dasar. Es yang pertama sepanjang 30 meter, es kedua 32 meter,m  dan es ketiga sepanjang 26 meter.
Menurut  Thompson, yang telah melakukan lebih dari 57 ekspedisi ke pegunungan  bersalju, panjang inti es yang ada di Puncak Jaya, Papua, lebih pendek  ketimbang inti es di beberapa pegunungan lainnya. Dia mencontohkan,  ketika mengambil inti es dari Hualcán, yang ada di Pegunungan Andes  Peru, sebelah timur Samudra Pasifik, pada 1993, Thompson membawa inti es  sepanjang 189 meter dan 195 meter. Lantaran pendeknya inti es yang ada  di Puncak Jaya, Thomson memperkirakan salju yang menutupi pegunungan itu  akan hilang dalam beberapa tahun ke depan.
Ketika  hendak mengambil inti es di Puncak Jaya, Thomson beserta tim sempat  dilarang empat suku yang tinggal di kawasan tersebut. Mereka mengklaim  bahwa inti es yang hendak diambil peneliti merupakan tengkorak dewa  mereka dengan lengan dan kaki berupa gunung-gunung yang ada di  sekitarnya. "Kami dianggap hendak mencuri 'harta' kepercayaan mereka,"  katanya.
Para  penduduk itu yakin bahwa mereka dan inti es itu adalah bagian dari  alam. Jika inti es hilang, penduduk beranggapan jiwa mereka juga akan  hilang. Untuk mengantisipasi perlawanan dari empat suku tersebut,  Freeport kemudian membuka sebuah forum publik yang dihadiri 100-an warga  dari empat suku itu. Pada kesempatan tersebut para peneliti menjelaskan  pentingnya pengambilan inti es untuk mengetahui perubahan iklim global.  Setelah berdiskusi selama empat setengah jam, akhirnya masyarakat  membolehkan inti es diambil untuk diteliti.
Menurut  Thomson, salju yang menutupi pegunungan Puncak Jaya mulai menyusut  beberapa tahun terakhir. Dari hasil citra satelit menunjukkan luasan es  di pegunungan itu telah hilang sekitar 80 persen sejak 1936 atau dua  pertiga dari ekspedisi ilmiah terakhir yang dilakukan di tempat itu pada  awal 1970.
Thomson  menjelaskan, penelitian ini dilakukan untuk merekonstruksi perubahan  iklim yang terjadi lebih dari 500 tahun. Selain inti es di Puncak Jaya,  Papua, dan Pegunungan Andes, Peru, tim pernah mengambil inti es dari  puncak Gunung Kilimanjaro di Afrika.
Inti  es dari Puncak Jaya, Papua, ini diharapkan dapat menambah catatan  mengenai El Nino-Southern Oscillation (ENSO) atau fenomena perubahan  iklim ekstrem yang dominan di daerah tropis. Selain mengambil inti es,  tim mengumpulkan sampel air hujan dari berbagai lokasi, mulai kaki  gunung hingga puncak pegunungan.
Dalam  penelitian ini nantinya akan diketahui besarnya isotop oksigen dan  hidrogen dari inti es dan air hujan yang menandakan perubahan suhu.  Apabila di dalam inti es dan air hujan terdapat debu, artinya terjadi  peningkatan kejadian kebakaran atau pembakaran hutan di sekitar gunung.
No comments:
Post a Comment