Tips Info | Musik sebagai kekuatan penyembuh atau terapeutik memang telah  digunakan sejak lama. Menurut Lawrence Parsons, terapis dan peneliti  dari Texas University of San Antonio untuk menyembuhkan orang yang  sakit, suku Indian Amerika memberi ramuan sambil berdoa yang terdengar  seperti senandung.
Parsons mengungkapkan, sejumlah pasien yang mengeluh sering  sakit kepala, mudah lelah, sakit perut dan flu akibat insomnia,  ternyata, melalui terapi musik pasien dapat sembuh. Terapinya hanya  membutuhkan waktu dua bulan. 
Mengapa hal itu terjadi? Salah  satunya karena musik menghasilkan rangsangan ritmis yang ditangkap oleh  pendengaran. Rangsangan ini lalu diolah dalam sistem saraf tubuh dan  kelenjar pada otak. Selanjutnya, kelenjar otak mereorganisasi  interpretasi bunyi  ke dalam ritme internal pendengarnya.
Ritme  inilah yang mempengaruhi metabolisme tubuh manusia menjadi lebih baik.  Dengan metabolisme tubuh yang baik, tubuh akan mampu membangun sistem  kekebalan yang lebih baik, sehingga tubuh lebih tangguh menghadapi  serangan penyakit.
Namun, musik untuk penyembuhan, tidak asal  sembarang musik. Hanya lagu yang tepat yang bisa menyembuhkan. Karena  itu, pilihan musiknya harus selektif. Pilih musik yang benar-benar  disukai pendengarnya. Jadi, tidak boleh dipaksakan.
Jika  penggunaan musik hanya untuk memperoleh rasa nyaman, cukup menggunakan  musik yang bisa dinikmati dengan baik. Meskipun begitu, ia tidak  menyarankan mendengarkan irama yang ingar-bingar, seperti heavy metal,  rock, atau disko.
Kalau mood sedang drop, Parsons tidak  menyarankan mendengarkan musik yang terlalu melankolis. Misalnya, kala  sedang merana, Anda lalu mendengar Requiem karya Mozart. Wah, bisa-bisa  Anda jadi merasa lebih nestapa, seperti ditinggal mati seseorang. 
Jadi,  musik apa yang sebaiknya didengar? Apakah hanya musik klasik yang  bermanfaat? “Tidak, setiap musik sesungguhnya memiliki potensi tertentu  untuk mempengaruhi kondisi psikofisik seseorang,” kata Parsons.
Dr.  Raymon Bahr, direktur Unit Penyakit Jantung di Rumah Sakit St. Agnes di  Baltimore, menggunakan musik klasik untuk membantu pasien mengatasi  krisis. Ternyata, mendengarkan musik klasik selama 30 menit bisa  menenangkan, setara dengan mengonsumsi 10 miligram valium (obat  penenang).
Agar musik dapat menyembuhkan, simak caranya:
-  Sebelum mendengarkan musik, pahami kondisi Anda: apakah tengah dilanda  kesedihan mendalam atau sedang  marah. Untuk memberikan semangat ketika  sedih, pilih musik berirama gembira. Dengarkan irama yang menenangkan,  kalau Anda sedang dipenuhi amarah. Tempo musiknya tidak terlalu cepat  atau mengentak, antara moderato dan andante.
- Volumenya jangan  terlalu keras, sekalipun menggunakan earphone. Untuk mengetesnya, coba  suruh seorang teman memanggil Anda. Apakah Anda masih bisa mendengarnya?  Jika tidak, kecilkan volumenya. Musik yang menenangkan tak harus  membuat Anda mengisolasi diri.
- Lebih baik lagi jika mendengarkan musik di ruangan pribadi. Bagaimanapun, privasi itu perlu.

No comments:
Post a Comment