Thursday, January 3, 2019

Mawar Merah Itu


19 Nov @Kolom

Mendapat kiriman buku, dari seorang penulis besar seperti Pak Edi Prasetyo, sungguh tak bisa dibayangkan rasanya. Lelah dan penat setelah seharian rafting terasa hilang begitu saja. Kedatangan buku ini sungguh lebih cepat dari yang kukira. Mawar merah yang menjadi rebutan kini sudah di tangan. Serasa tak percaya bergegas kuambil amplop berwarna cokelat itu. Tertulis namaku di situ. Aku semakin yakin mawar merah itu memang untukku. Kubuka dan kupegang erat-erat, seakan tak ingin mawar itu lepas dari genggaman.

Meski aku belum pernah bertemu dengan Sang Penulis, namun kupastikan beliau seorang yang begitu bijak dan kebapakkan. Cara memberikan pelajaran pun sangat halus, hingga tak ada yang tersinggung. Untuk mengingatkan penulis yang kadang tidak memperhatikan tatatulis Pak Edi Prasetyo mengadakan lomba mengoreksi tulisan. Para peserta pun sangat antusias untuk mengirimkan hasil koreksiannya, termasuk diriku. Sampai batas waktu yang ditentukan, akhirnya diumumkan para pemenang yang berhasil. Alangkah terkejutnya para peserta, karena tidak ada satu pun yang benar dalam mengoreksi tulisan Pak Edi. Meskipun demikian Beliau tetap mengapresiasi dengan memberikan hadiah pada semua peserta yang mengikuti. Kami pun lebih bahagia, karena disuruh memilih sendiri buku yang diinginkan.

Dari awal aku mengikuti kegiatan, mawar merah itu sudah memiliki magnet tersendiri. Begitu kuat menarik hatiku, hingga aku pun berhasrat ingin memilikinya. Bukan tanpa sebab, aku belajar menulis cerpen yang renyah dan gurih. Pernah kucoba menulis cerpen , tapi terasa begitu garing ( kering tapi tidak renyah ) . Alhamdulillah , kini Ini “Mawar Merah ini Mestinya untuk Dia” itu sudah di tangan. Ternyata Pak Edi tak hanya mengirim satu buku seperti janjinya, Beliau juga menambahkan bonus satu buku lagi. Kebahagiaan dan kekaguman yang berkali-kali. Pak Edi memang tahu betul perasaan dan pikiran wanita ( tak pernah ingkar janji ) aku mendapat bonus buku “ Wanita Penjual Air Mata”.

Tanpa menunggu lama, aku segera membuka sampul plastic segel. Baru membaca beberapa saja, aku sudah hanyut dalam rangkaian kata yang dituliskan. Bahasa yang enak dan mengalir hingga aku pun ingin dan ingin membacanya lagi. Namun sayang, aku belum sempat membaca keseluruhan. Meski demikian kusempatkan untuk menulis ucapan terimakasih tiada terkira kepada Sang Pengirim, Bapak Edi Prasetyo teriring doa serta harapan semoga Bapak mendapatkan ganti yang lebih baik dan lebih banyak dari yang Bapak berikan, seperti orang Jawa bilang “ Ora lokak malah kebak “ . Semakin banyak kita memberi, sesungguhnya tak ada yang berkurang tetapi justru akan penuh dan selalu bertambah. Selain itu semoga lewat buku ini aku bisa belajar lebih banyak, dan terus berusaha untuk memperbaiki mutu tulisan baik dari segi materi maupun tatatulis.

No comments:

Post a Comment